Wednesday, February 11, 2009

Kereta Ekonomi

Mungkin pengalaman naik kereta api banyak dialami oleh semua orang. Dan bisa jadi pengalaman antara yang satu dengan yang lain sangat berlainan. Seperti yang sering saya alami, kenapa sering? Karena saya sering bolak balik Jakarta – Jogya. Saya, Istri dan anak-anak tinggal di Jogja, sedangkan mertua saya alias ibunya istri saya, alias neneknya anak-anak saya tinggal di Jakarta (Bekasi tepatnya), mengharuskan saya bolak-balik Jakarta Jogja. Sekedar melepaskan kangen atau ada acara tertentu.



Sebagaimana beberapa waktu yang lalu, saya naik kereta Api ekonomi (untuk menghemat biaya) tentu seorang diri tanpa anak-anak dan istri (kasihan mereka kalau naik ekonomi). Keadaan dalam kereta sungguh membuat saya berpikir mengenai keadaaan rakyat Indonesia (rakyat kecil). Betapa susah dan sengasaranya mereka (termasuk saya, he…he…he…).
Beruntung penumpang yang mendapat tempat duduk. Penumpang yang tidak kebagian termasuk saya, mau tidak mau harus rela berdiri (tahan berapa jam?) atau menggelar koran sebagai alas duduk bahkan tidur (memang gitu kenyataannya). Rela mencium kaki, betis, (maaf) pantat para pedagang yang lalu lalang. Ck..ckk…ckk membuat saya geleng-geleng kepala campur ketawa (dalam hati) dan seabrek perasaan lainnya jadi satu (sampe gak tau rasanya kayak apa).
Lain lagi dengan para pedagang asongan, meraka rela bolak-balik pindah dari gerbong yang satu dengan gerbong yang lain tanpa bosan menawarkan jajanan yang sudah entah berapa kali ketemu orang yang sama. Demi (mungkin) menghidupi keluarganya atau seribu alasan lainnya. Tapi kalau dipikir kenapa mereka mau begitu ya? Apa tidak ada tempat lain atau memang itu satu-satunya cara. Terbukti dari dulu sampai saat ini mereka tetap ada dan bertahan. Apa hal ini membuktikan bahwa mereka bisa mempertahankan hidup dengan cara seperti itu? Saya sendiri masih bingung. Kalau di luar negeri begitu nggak ya? Ada yang pernah ke luar negeri?
Bagaimana ya kalau para pejabat kita, atau wakil-wakil rakyat kita sesekali naik kereta ekonomi? Malu nggak ya mereka dengan slogan-slogan kampanye mereka? Coba sesekali mereka menyamar jadi warga biasa tanpa kawalan dan atribut pejabat lainnya, kemudian naik kereta ekonomi. Dan ikut merasakan seperti yang apa dirasakan oleh rakyat mereka. (mana ada ya?).
Tapi (dulu) pernah dilakukan oleh para pemimpin yang benar-benar pemimpin, seperti Khalifah Umar. Yang rela menggotong gandum untuk memberi makan rakyatnya. Bahkan saya punya cerita tentang bagaimana Raja Ngayogyakarta Ingkang Sinuwun Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Begini ceritanya:
Dahulu Sri Sultan mempunyai sebuah mobil (lupa apa mereknya) yang sangat “haus” bensin. Dengan mobil ini Ngarso Dalem sering keliling ke pelosok Desa untuk mengetahui keadaan rakyat yang dipimpinnya.Suatu ketika Ngarso Dalem tiba di daerah Sleman. Kemudian dengan tiba-tiba Ngarso Dalem di berhentikan oleh seorang nenek tua yang membawa dagangan. Ternyata nenek ini seorang pedagang yang biasa menjual barangnya di pasar Beringharjo. Ngarso Dalem pun berhenti dan menghampiri nenek tersebut. Wonten Napa Mbah? (Ada apa Nek). Iki Pir Terno neng pasar Beringharjo! (Ini Pir, antar ke pasar Beringharjo). Ternyata nenek tua tersebut tidak tahu siapa yang diajak bicara. Tanpa pikir panjang nenek tua itu langsung naik mobil dan menyuruh Ngarso dalem mengangkat barang-barang bawaan untuk dimasukkan ke dalam mobil.
Sesampainya dipasar beringharjo, lagi-lagi nenek tua tersebut menyuruh Ngarso Dalem untuk menurunkan barang-barang dari dalam mobil. Melihat kejadian tersebut, orang-orang pasar yang tahu siapa yang datang pada heran campur takut dan seabrek rasa jadi satu. Setelah semua barang turun nenek tua tersebut menyakan ongkos berapa harus membayar. Namun nenek tua tersebut didekati temannya dan menjelaskan bahwa orang tersebut adalah Ngarso Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeg Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Kontan Nenek tersebut jatuh pingsan.
Andaikan para pejabat dan wakil rakyat sepertipemimpin jaman dahulu. Andai…andai… andai…….

2 comments:

  1. kalo naik kereta ekonomi bawa Gitar apa Sapu,biar gratiiiis..

    ReplyDelete
  2. Setuju banget.. klo para pejabat teras kita suruh nyobain naik kereta ekonomi,, jangan naik mercy teruz yaa...

    ReplyDelete